Sejarah Desa
Sebuah desa memiliki sejarah yang berbeda-beda menurut keadaan dan situasi masing-masing, termasuk Desa Tieng. Desa Tieng merupakan salah satu desa yang terletak di dataran tinggi Dieng.
Menurut Aulawi, BA (61) yang pernah menggali informasi dari pemerintah desa, lembaga dan para tokoh masyarakat melalui rapat desa pada tahun 1976, walaupun tidak ditemukan prasasti maupun bukti lain yang dapat mendukung awal keberadaan Desa Tieng, namun para sesepuh Desa Tieng menjelaskan bahwa nama Tieng diambil dari sumber mata air yang mengandung warna kekuning-kuningan (orang jawa menyebutnya dengan nama tiyeng). Mata air tersebut sampai sekarang masih ada yaitu berada disebelah barat desa. Desa Tieng diperkiraan keberadaannya dimulai sejak tahun 1783an.
Awal mula penduduk Desa Tieng dimulai sejak ada sekolompok orang dari daerah Purworejo yang akan menuju Dieng melewati jalan utama sebelum jalan raya yang sekarang ini. Jalan utama tersebut adalah jalan yang lewat dusun Rowojali ke dusun Lobang kemudian ke Sidengkeng dan sampai ke dusun Wadasputih.
Sekelompok orang tersebut istirahat di Sidengkeng sambil mengamati kanan kiri seandainya suatu saat akan dijadikan pemukiman, kemudian pada lain waktu mereka datang kembali untuk mengadakan penjajagan guna pemilihan tempat pemukiman. Awalnya mereka melihat lahan kosong di Rowojali, tetapi mereka merasa tidak cocok karena menurut kepercayaan mereka waktu itu bahwa lahan tersebut nggendong gunung (istilah jawa) sehingga kalau dijadikan pemukiman kurang menguntungkan dan kurang nyaman. Kemudian mereka melanjutkan petualangan melihat tanah diatas Rowojali yang kondisinya luas dan datar (sekarang menjadi tanah bengkok Kepala Desa Serang) mereka juga merasakan hal yang sama yaitu merasa tidak cocok karena tanah tersebut nyunggi gunung (istilah jawa) sehingga seandainya dijadikan pemukiman penduduknya akan mengalami kesulitan dalam mencari kebutuhan hidup sehari-hari (ekonomi). Kemudian mereka melanjutkan kembali petualangan dalam pencarian lahan untuk pemukiman, maka sampailah mereka disuatu tempat yang menurut mereka tepat dan cocok untuk pemukiman yaitu yang sekarang disebut Dusun Krajan Desa Tieng karena tidak nggendong dan nyunggi gunung (istilah jawa) sehingga menurut kepercayaan bahwa penduduknya akan hidup rukun, tentram, taat beribadah dan mudah mencari kebutuhan hidup.
Seiring berjalannya waktu maka penduduk yang menempati pemukiman tersebut semakin bertambah banyak, ada yang berasal dari tempat berbeda misalnya dari Desa Serang, Tlogo dan lain sebagainya.
Informasi tentang Desa Tieng ditemukan dalam Buku Berbahasa Jawa “Tjariyos Tanah Pareden Dijeng” karangan M. Prawirasoedirdja dan Majoor L.F. Van Gent terbitan Bale Poestaka Tahun Terbit 1922.
“Sengkaning margi saja sanget, kiwa tengenipun katah sela ageng-ageng pating djenggoenoek. Bokmanawi sela-sela waoe asal saking pandjebloeging redi Dijeng djaman kina. Setengah pal tebihipoen saking Kedjadjar ladjeng njimpang mangilen dateng doesoen Tijeng, inggih poenika doesoen ingkang kaanggep moelja pijambak, djalaran pamedalipoen sata sakalangkoeng sae; katah tijang tjekap saged damel grija gebjog seng. Menggah saening sata waoe kedjawi kabekta saking dasaring siti toewin garapan sae, toja eboen oegi mitoeloengi, tandanipoen gedong sata saking sanes panggenan ingkang tjaket doesoen waoe, menawi mentas kapetik ladjeng kabekta sarta dipoen rawis (radjang) ing Tijeng, dadosipun sata langkoeng sae tinimbang kalijan manawi karawis ing doesoen asalipoen. Saben taoen tijang doesoen Tijeng saged tampi arta pepadjengan sata kirang langkoeng 50000 gulden.Sewanipoen siti ingkang sae ing dalem sabaoe, sataoenipoen langkoeng saking 100 guldeng. Kedjawi asil sata wonten malih ingkang klebet katah inggih poenika : bawang, kentang, kalijan widji sata. Widji sata waoe kasade dateng tijang Temanggoeng toewin Magelang.”
Jumlah orang yang bermukim di Desa Tieng terus meningkat, penduduk di desa kecil ini pada tahun 2015 sudah mencapai 4.284 jiwa dan tentunya akan terus berkembang penuhi segala penjuru desa yang tentunya saja hal tersebut perlu perencanaan khusus guna mengatasi daya dukun dan daya tampung.
Desa Tieng yang keberadaannya dimulai sejak sekitar tahun 1780an awalnya dihuni oleh beberapa keluarga, tetapi seiring berjalannya waktu semakin bertambah jumlahnya. Diantara masyarakat ada yang dituakan (sesepuh) dan yang terkenal adalah Mbah Abdul Wahab yang makamnya ada dipemakaman umum Desa Tieng. Walaupun sebelumnya juga sebenarnya sudah ada pendahulunya.